Monday 28 February 2011

Ayo Mereboisasi Kawasan Pusuk Buhit

Penanaman Pohon Di Kawasan Gunung Pusuk buhit
PUSUK BUHIT - Kawasan gunung Pusuk Buhit yang kini semakin gersang, memanggil para alumni dan siswa SMP Negeri I Pangururan berbuat hal kecil. Sabtu (26/2) lalu, 850 siswa, 31 guru dan para alumi menanam pohon jenis makadame atau anti api, di kawasan gunung yang sakral bagi suku Batak itu.
Sejak pagi, 6 truk colt diesel melansir para siswa SMP Negeri I dari Pangururan ke gunung sekaligus membawa bibit pohon anti api . Sebagian siswa ada yang berjalan kaki mendaki ke sabuk gunung sejauh 7 kilometer. Lokasi penanaman itu berada di
Sitao-tao, Sijambur, Desa Tanjung Bunga, Kecamatan Pangururan.  
Semangat para remaja belasan tahun itu, mengalahkan sulitnya mendaki hingga ke sabuk gunung Pusuk Buhit. Ketika tiba di lokasi, para guru dan alumni mengoordinir mereka untuk menanam di daerah-daerah tandus yang berulang terbakar. Sebagian bibit ditanami di dekat ladang warga. ”Ayo kita mereboisasi kawasan Pusuk Buhit. Gunung ini sangat sakral dan sangat penting dihijaukan demi masa depan kita, kelestarian lingkungan dan pemikat wisatawan berkunjung ke sini (Pusuk Buhit, Red),” ajak Letnan Kolonel (TNI) Jalongser Simbolon, ketua Alumni SMP Negeri I Pangururan, di Sijambur, Sabtu (26/2).
Panorama Danau Toba dan Pulau Samosir dari kawasan sabuk Pusuk Buhit memang menakjubkan. Tetapi, kawasan konservasi kini masih gersang karena berulang kali terbakar. Jalongser mengatakan, para pelajar, warga Samosir maupun perantau asal Samosir harus memberi perhatian untuk melestarikannya. ”Semakin banyak yang peduli, kelestarian Pusuk Buhit dapat terjaga,” kata perwira TNI yang juga ketua umum organisasi sosial Cinta Anak Samosir (CAS) itu.
Dari gerakan itu, 1.000 batang bibit pohon anti api yang diberikan Dinas Kehutanan Kabupaten Samosir, ditanam di lokasi. Sebagian siswa dan para alumni mendaki hingga ke puncak Pusuk Buhit untuk menanam pohon dan menancapkan bendera. Menjelang siang hari, gerakan penanaman selesai.
Namun demikian, gerakan peduli lingkungan itu tetap menemui tantangan. Oknum dari warga setempat berusaha untuk melarang penanaman itu. Alasanya, mereka sudah bertani di kawasan sabuk Pusuk Buhit. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Kabupaten Samosir, lahan yang diusahai warga di sabuk adalah berstatus hutan lindung yang harus dikonservasi.
Radio Samosir Green yang berpartisipasi dalam gerakan reboisasi itu berupaya mengajak peserta aksi, untuk memungut sampah. Sebagai edukasi, Manajer Pemberitaan Radio Samosir Green, Jabalos Simbolon, mengajak 3 orang siswa SMP Negeri I, memungut sampah polibag, makanan ringan dan bungkus nasi yang berserak di lokasi. Masing-masing Dinar Pasaribu, Rolas, Asi. Melihat aksi memungut sampah ini, para murid yang lain lebih mudah diajak belajarmenjaga kebersihan kawasan hutan. Walau pun tetap masih banyak menghindari memungut sampah. ”Kita menjumpai kawasan Pusuk Buhit ini bersih, jadi kita tinggalkan juga dalam keadaan bersih dari sampah. Ini cara sederhana mencintai lingkungan kita,” kata Jabalos mengajak anak sekolah itu.
Tiga goni sampah plastik, kemasan air mineral, polibag dan bungkus nasi dapat dikumpulkan. Sampah ini dinaikkan ke truk, lalu dibawa ke Pangururan. Sampah itu ditempatkan di tong sampah, yang tersedia di pinggir jalan. (sim/greennews)

Clean-up Danau Toba ke-4 Bupati Samosir: Jaga Kebersihan Lingkungan Setiap Saat

Warga Kabupaten Samosir dari berbagai elemen kembali membersihkan kawasan Danau Toba, tepat di Terusan Tano Ponggol, Kelurahan Siogung-ogung dan kawasan wisata Pasir Putih Parbaba, Kecamatan Pangururan. Kegiatan bertajuk ‘Clean-up Danau Toba’ yang keempat ini, diikuti ratusan peserta.

Media_Samosir - Clean up danau toba
Sejak pagi, para peserta gotong-royong massal sudah tiba di lokasi. Ada dari SD Siogung-ogung bersama para gurunya, murid SMP Negeri 2, siswa SMA HKBP, siswa SMA Santo Mikhael, murid SD Negeri I, staf Badan Lingkungan Hidup, staf Dinas Tata Ruang dan Pemukiman, Dinas PU Bina Marga, staf Kantor Camat Pangururan, Kelurahan Siogung-ogung. Peserta aksi juga datang dari LSM Hati Nurani Rakyat dan Alusi Tao Toba.
Kegiatan ini diawali dengan arahan singkat Bupati Samosir Mangindar Simbolon, sekira pukul 09.10 WIB di dekat jembatan Tano Ponggol. Mangindar meminta, agar para pelajar di Kabupaten Samosir menerapkan kebersihan setiap hari di lingkungan masing-masing.  ”Mulai dari rumah, halaman, sekolah, di jalan dan di kawasan Danau Toba,” katanya mengimbau.
Secara khusus Bupati Samosir beserta jajaran Pemkab Samosir memberi apresiasi kepada kru Radio Samosir Green yang sudah bersusah payah mengorganisir kegiatan Clean-up Danau Toba yang sudah keempat kalinya. ”Mari kita kerjasama, agar kegiatan gotong-royong massal ini dapat kita lakukan setiap minggu. Pola hidup kita harus berubah dan semakin menghargai keindahan Danau Toba. Karena itu mari kita bersihkan setiap saat,” harapnya.
Di kawasan Tano Ponggol, pembersihan masih berlangsung kurang maksimal. Para pelajar yang ikut belum sepenuh hati bekerja membersihkan kawasan danau. Demikian juga, para staf yang dinas-dinas di Pemkab Samosir, tidak seluruhnya bersungguh bergotong-royong walau sudah datang jauh-jauh. Masyarakat setempat di Kelurahan Siogung-ogung juga tidak peduli dengan kebersihan lingkungannya. Mereka hanya penonton ketika anak-anak sekolah nyemplung ke air, membersihkan sampah, yang sebagian besar limbah plastik.
Sedangkan pembersihan di Pasir Putih, Parbaba, peserta aksi terdiri dari pelajar dari SMP Negeri 3 dan siswa SMA Negeri 2 Pangururan. Di lokasi ini, mereka memungut sampah yang berserakan di pesisir pantai pasir putih. Sampah plastik itu ada berupa botol air mineral, kantongan, kemasan sampo, deterjen, pembalut wanita yang berserak di sekitar pantai dan dekat pemukiman penduduk. Ragam sampah yang berserakan itu menandakan, tingkat kepedulian masyarakat setempat maupun pengunjung Pasir Putih masih rendah.
Radio Samosir GreenHarapan ke depan, dari kegiatan Clean-up Danau Toba ini semakin membuka mata dan pikiran warga Samosir, menjaga kebersihan lingkungan hingga ke kawasan Danau Toba. Agar cita-cita sesuai visi Kabupaten Samosir menjadi kabupaten pariwisata berwawasan lingkungan yang inovatif dapat terwujud.
Penanggungjawab kegiatan Clean-up Danau Toba, Fernando Sitanggang mengatakan, kehadiran para peserta aksi perlu diapreasi. Tetapi, hendaknya kehadiran itu tidak sia-sia di kegiatan berikutnya. Ia juga menegaskan, kegiatan ini melibatkan semua warga Samosir bahkan dari luar Samosir. ”Radio Samosir Green hanya mengkoordinir dan menyebarluaskan informasi, agar warga Samosir lebih mudah mengetahui kegiatan ini,” ujarnya.(sim/greennews)

Asal Usul Danau Toba

Di Sumatera Utara terdapat danau yang sangat besar dan ditengah-tengah danau tersebut terdapat sebuah pulau. Danau itu bernama Danau Toba sedangkan pulau ditengahnya dinamakan Pulau Samosir. Konon danau tersebut berasal dari kutukan dewa.


Di sebuah desa di wilayah Sumatera, hidup seorang petani. Ia seorang petani yang rajin bekerja walaupun lahan pertaniannya tidak luas. Ia bisa mencukupi kebutuhannya dari hasil kerjanya yang tidak kenal lelah. Sebenarnya usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi ia tetap memilih hidup sendirian. Di suatu pagi hari yang cerah, petani itu memancing ikan di sungai. “Mudah-mudahan hari ini aku mendapat ikan yang besar,” gumam petani tersebut dalam hati. Beberapa saat setelah kailnya dilemparkan, kailnya terlihat bergoyang-goyang. Ia segera menarik kailnya. Petani itu bersorak kegirangan setelah mendapat seekor ikan cukup besar.
Ia takjub melihat warna sisik ikan yang indah. Sisik ikan itu berwarna kuning emas kemerah-merahan. Kedua matanya bulat dan menonjol memancarkan kilatan yang menakjubkan. “Tunggu, aku jangan dimakan! Aku akan bersedia menemanimu jika kau tidak jadi memakanku.” Petani tersebut terkejut mendengar suara dari ikan itu. Karena keterkejutannya, ikan yang ditangkapnya terjatuh ke tanah. Kemudian tidak berapa lama, ikan itu berubah wujud menjadi seorang gadis yang cantik jelita. “Bermimpikah aku?,” gumam petani.
“Jangan takut pak, aku juga manusia seperti engkau. Aku sangat berhutang budi padamu karena telah menyelamatkanku dari kutukan Dewata,” kata gadis itu. “Namaku Puteri, aku tidak keberatan untuk menjadi istrimu,” kata gadis itu seolah mendesak. Petani itupun mengangguk. Maka jadilah mereka sebagai suami istri. Namun, ada satu janji yang telah disepakati, yaitu mereka tidak boleh menceritakan bahwa asal-usul Puteri dari seekor ikan. Jika janji itu dilanggar maka akan terjadi petaka dahsyat.
Setelah sampai di desanya, gemparlah penduduk desa melihat gadis cantik jelita bersama petani tersebut. “Dia mungkin bidadari yang turun dari langit,” gumam mereka. Petani merasa sangat bahagia dan tenteram. Sebagai suami yang baik, ia terus bekerja untuk mencari nafkah dengan mengolah sawah dan ladangnya dengan tekun dan ulet. Karena ketekunan dan keuletannya, petani itu hidup tanpa kekurangan dalam hidupnya. Banyak orang iri, dan mereka menyebarkan sangkaan buruk yang dapat menjatuhkan keberhasilan usaha petani. “Aku tahu Petani itu pasti memelihara makhluk halus! ” kata seseorang kepada temannya. Hal itu sampai ke telinga Petani dan Puteri. Namun mereka tidak merasa tersinggung, bahkan semakin rajin bekerja.
Setahun kemudian, kebahagiaan Petani dan istri bertambah, karena istri Petani melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia diberi nama Putera. Kebahagiaan mereka tidak membuat mereka lupa diri. Putera tumbuh menjadi seorang anak yang sehat dan kuat. Ia menjadi anak manis tetapi agak nakal. Ia mempunyai satu kebiasaan yang membuat heran kedua orang tuanya, yaitu selalu merasa lapar. Makanan yang seharusnya dimakan bertiga dapat dimakannya sendiri.
Lama kelamaan, Putera selalu membuat jengkel ayahnya. Jika disuruh membantu pekerjaan orang tua, ia selalu menolak. Istri Petani selalu mengingatkan Petani agar bersabar atas ulah anak mereka. “Ya, aku akan bersabar, walau bagaimanapun dia itu anak kita!” kata Petani kepada istrinya. “Syukurlah, kanda berpikiran seperti itu. Kanda memang seorang suami dan ayah yang baik,” puji Puteri kepada suaminya.
Memang kata orang, kesabaran itu ada batasnya. Hal ini dialami oleh Petani itu. Pada suatu hari, Putera mendapat tugas mengantarkan makanan dan minuman ke sawah di mana ayahnya sedang bekerja. Tetapi Putera tidak memenuhi tugasnya. Petani menunggu kedatangan anaknya, sambil menahan haus dan lapar. Ia langsung pulang ke rumah. Di lihatnya Putera sedang bermain bola. Petani menjadi marah sambil menjewer kuping anaknya. “Anak tidak tau diuntung ! Tak tahu diri ! Dasar anak ikan !,” umpat si Petani tanpa sadar telah mengucapkan kata pantangan itu.
Setelah petani mengucapkan kata-katanya, seketika itu juga anak dan istrinya hilang lenyap. Tanpa bekas dan jejak. Dari bekas injakan kakinya, tiba-tiba menyemburlah air yang sangat deras dan semakin deras. Desa Petani dan desa sekitarnya terendam semua. Air meluap sangat tinggi dan luas sehingga membentuk sebuah telaga. Dan akhirnya membentuk sebuah danau. Danau itu akhirnya dikenal dengan nama Danau Toba. Sedangkan pulau kecil di tengahnya dikenal dengan nama Pulau Samosir.